Ada yang tahu penyakit Reumatoid Artritis? Ah, tentunya penyakit ini terdengar awam di telinga khalayak banyak. Penyakit ini terbilang langka, tentunya tidak popular seperti maag, kanker, Diabetes, atau penyakit lainnya. Tapi, apa kalian tahu? Penyakit ini sama mengerikannya seperti kanker atau penyakit kronis lainnya. Seperti Sturk penyakit RA bisa menyebabkan kelumpuhan.
Reumatoid Artritis atau RA merupakan penyakit Autoimun yang diserang oleh kekebalan tubuhnya sendiri. Mengakibatkan peradangan jangka panjang pada persendian, baik kaki atau tangan bahkan sendi lainnya, seperti sendi tulang belakang, pinggul, leher, bahu, rahang, dan sambungan antara tulang sangat kecil di telinga bagian dalam.
Saat ini belum dapat dipastikan penyebab utama gejala timbulnya RA, entah itu karena gen, hormon, atau lingkungan. RA lebih banyak menyerang wanita dari usia 20 tahun ke atas. Namun, tidak menutup kemungkinan penyakit ini bisa menyerang anak-anak. Seperti yang terjadi pada dua gadis yang kisahnya akan saya ceritakan di bawah.
Untuk pengobatan sendiri sampai saat ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan secara total. Oleh sebab itu cara terbaiknya adalah dengan perawatan, seperti terapi, perubahan gaya hidup dan atau bahkan operasi apabila cara sebelumnya tidak efektif. Ah, bahkan operasi pun belum tentu akan berhasil.
Demikian sekilas info tentang RA, berikut ini ada kisah nyatayang menarik dari dua gadis yang ditakdirkan karena RA. Simak yuu…..
Di depan gerbang Sekolah Tinggi Bahasa Asing, dihari pertama Ospek dua anak bertemu dan saling menyapa sekedar menanyakan ”gerbangnya masih ditutup ya.”
Sampai akhirnya mereka bertemu lagi di kelas yang sama. “Ah, kamu juga ngambil Jepang? Salam kenal.”
“Salam kenal juga.”
Menarik. Dua gadis yang dilihat dari sisimanapun bak tiang listrik, kurus krempeng tanpa balutan daging. Walau, dia yang satunya memiliki perawakan lebih tinggi di bandingkan gadis satunya.
Apa kalian tahu? Si gadis satu itu sangat merepotkan orang-orang disekitarnya. Bukannya tidak ingin, tapi entahlah dia memang seperti itu. Dia pernah tinggal di Rumah gadis satunya yang jangkung. Dua gadis itu hidup dalam satu atap seperti anak kembar.
Si Gadis Jangkung adalah gadis pintar. Penyakit RA membuatnya tak mampu mengerakan kakinya setiap waktu semenjak SMA. Dengan kondisi kakinya yang lemah karena penyakit ini, dia selalu berjuang untuk sembuh. Perjuanganya ketika melawan sakit begitu luar biasa bagi si gadis yang satunya. Dia tahu betul karena dia pun sering merasakan sakit yang luar biasa dipersendian kakinya.
“Aku ingin sembuh, aku tidak ingin merepotkan mamah terus.” Itu yang selalu dikatakannya. Sebagai seorang anak tentu tidak ingin membuat ibunya kesusahan. Cukup sudah ibu mengabdikan tubuhnya yang mungil dari mengandung hingga membuat anaknya tumbuh dewasa. Ibu yang memiliki kekutan yang lebih besar dari siapapun.
Si gadis yang satunya adalah anak yang liar. Liar dalam artian dia terlalu sibuk dengan kegiatan diluarnya dibandingkan mengurus tugas-tugas kuliahnya. Hobinya adalah meggunakan kakinya melangkah ke tempat-tempat yang tinggi. Sifat ketidakpeduliannya terhadap kesehatan tubuhnya sendiri membawanya pada kenyataan yang buruk, bahwa dia pun sama seperti Si Jangkung mengidap penyakit RA. Dia mengetahui itu setelah lulus kuliah.
Ketika kelas 6 SD dia merasakan sakit yang luar biasa pada persendian kakinya. Dia pikir karena hobinya yang suka loncat dari atas pohon. Terlebih seminggu sebelumnya dia habis loncat dari ketinggian 2,5 meter. Sudah diurutpun tidak ada perubahan. Berlanjut ketika SMA setiap hari persendian kakinya kesakitan. Awalnya dia divonis mengidap asam urat, di tahun 2013 dia mencoba tes ulang tapi hasilnya negatif. Anehnya saat itu persendiannya tengah sakit. Lalu, dia mengabaikannya tanpa periksa ke dokter. Itu semua karena pemikirannya yang pendek ”aku sudah biasa merasakan sakit seperti ini nanti juga sembuh sendiri.”
Si gadis ini hanya mampu menerimanya dengan ikhlas karena penyakit sudah tak asing lagi dihidupnya. Seperti Si Jangkung, dia hanya ingin berjuang di setiap hembusan nafasnya dengan semua sisa waktu yang ada. Ini bukan tentang kematian, melainkan tentang kekuatan yang akan berhenti pada satu titik perjuangan.
Si Jangkung yang tetap berjuang dengan komik-komiknya sebagai penerjemah dan Si Gadis satunya yang tengah bergelut dengan tulisan-tulisan berantakannya yang berharap menjadi seorang novelis. Dengan kekuatan yang terbatas tangan mungil dan tirus itu tak mampu berfungsi setiap waktu. Adakalanya mereka lelah dan menangis dalam ruang hampa tanpa kehangatan.
Mereka hanyalah gadis biasa seperti gadis-gadis yang lainnya yang berusia 20 tahun. Sekuat apapun mereka meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tetap. Kembali. Mereka hanyalah gadis yang hatinya bisa rapuh.