Sebelumnya aku mau mengucapkan selamat HUT PGRI ke-70 untuk semua pengabdian tanpa batas bagi kami para penerus bangsa.
Tulisan ini aku persembahkan spesial gak pakai telor untuk guru SD, SMP, SMA, kuliah yang telah mendidikku dengan ilmu yang melimpah ruah. Aku tidak pernah merasakan indahnya duduk di bangku TK oleh karenanya aku tidak pernah punya guru TK. Guru TK-ku adalah gunung dan para kodok serta belalang sawah. Juga aku persembahkan untuk semua guru di Indonesia.

Terima kasih bapak, ibu guru atas semua jasa-jasanya. Pengabdianmu selalu kami kenang dan ilmu-ilmu itu akan selalu menuntun kami di dunia luar yang tidak begitu indah. Tidak seperti saat kami duduk di bangku SD, tanpa lelah kami pun berjuang mengejar angka-angka agar mampu mewujudkan mimpi kami. Tapi, apa daya sekarang, kami bahkan harus berulangkali memantapkan hati tentang cita-cita dan mimpi-mimpi indah itu. Tapi kami, sebagai anak asuhmu tidak pernah menyerah karena kalian pun bapak, ibu guru tak pernah lelah memahami dan memperhatikan kami agar menjadi penerus generasi yang berilmu.
Simak dulu lagu satu ini yukk… Hymne Guru oleh Sartono.
Terpujilah, wahai engkau ibu bapak guru,
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia
Lagu tersebut begitu menyentuh hati, bukan? Terkadang aku menyanyikannya sambil menangis. Walau singkat, jasa seorang guru tersirat semuanya dalam lagu karang Almarhum bapak Sartono tersebut.
Pengabdian Tanpa Batas Seorang Guru
Kalian pernah kepikiran gak sih, sebenarnya sejak kapan sih adanya guru? Nah, Zamannya Hindu-Budha guru termasuk kedalam kasta Brahmana. Loh ko Brahmana? Kan Brahmana kasta yang berhubungan dengan agama.Yupzz… Guru adalah orang yang mengajarkan kebenaran seperti yang diajarkan agama, oleh karenanya kedudukan guru sangat mulia bahkan lebih mulia dari bangsawan. Guru adalah orang yang hidup membaur dengan masyarakat baik itu dari kasta rendah maupun kasta tertinggi. Guru melihat dari kacamata kamu adalah muridku, anak asuhku yang berhak mendapatkan ilmuku dan aku adalah gurumu yang tidak akan menghakimimu sekalipun kamu seorang budak.
Di Indonesia sendiri, bermula ketika Belanda memerlukan pegawai yang cakap dalam menulis dan membaca hurup latin. Lalu, didirikanlah sekolah formal yang tidak berkaitan dengan agama. Ketika itu, PGRI memiliki dwifungsi, selain mengajar di sekolah, para guru juga membantu masyarakat dalam mempertahankan NKRI dari penjajahan. Lalu, 100 hari setelah dikumandangkannya proklamasi dibentuklah PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) pada 23-25 November 1945 ke-1 di Surakarta. Walau Indonesia sudah merdeka para guru tetap mengabdi pada negara dengan ilmu-ilmu yang mereka miliki. Mendidik penerus bangsa tanpa henti. Tidak akan ada yang bisa menghentikan seorang guru, bahkan negara adidaya seperti Amerika pun membutuhkan pengajar.
Oke, kembali pada perjuangan dan pengabdian. Sekarang ini teknologi terus mengalami perkembangan. Akses sarana semakin mudah dan terjangkau dengan adanya transportasi umum jarak dekat maupun jauh. Jalan-jalan mulus seperti wajah tanpa noda apapun. Sayangnya itu semua hanya berlaku di kota-kota besar. Di beberapa daerah di Indonesia kebanyakan akses jalur transportasi kurang mendapat perhatian. Jalan berlubang, kerikil sisa aspal berserakan hingga kembali kebentuk semula yaitu tanah. Miris.
Salah satu desa terpencil yang jauh dari peradaban hiruk-pikuk kota, yaitu desa Cikedung, kecamatan Mancak, Serang-Banten, begitu memprihatinkan, akses jalan disana hanyalah tanah yang dilapisi batu-batu sedang, ada yang tumpul juga tajam. Sebuah desa yang ada di dalam gunung. Aku juga berasal dari gunung tapi kampung halamanku tidak separah seperti di sana. Namun, yang mengetuk hatiku adalah perjuangan guru-guru SD di sana karena kebanyakan guru-guru bukan dari desa setempat, melainkan dari desa sebelumnya, para guru SD Cikedung harus menempuh jarak dengan jalur yang terjal hanya untuk mendidik dan menghasilkan penerus bangsa agar tidak menjadi anak yang buta pendidikan. Gaji guru tidaklah seberapa dibandingkan pengorbanannya. Wajar saja guru mendapat julukan pahlawan tanpa tanda jasa.
Mendatangi desa terpencil tersebut membuatku mengingat satu hal yang terlupakan, terkadang kita kesal dan marah pada guru karena pr bejibun, pada guru yang pelit nilai, pada guru yang memberikan perhatian lebih hanya pada yang memiliki otak di atas rata-rata, atau pada guru yang jarang masuk pas pelajarannya. Dibandingkan itu semua, guru tetap orang yang hebat, menyita sebagian besar waktunya hanya untuk mengurusi anak asuhnya, dari menyiapkan materi pelajaran, menyusun tugas, rekap nilai, membuat RPP dan menunjukan segala hal tentang kebaikan. Itu bukanlah hal mudah, mereka, para guru harus jadi prbadi yang mulia karena apa yang mereka lakukan akan menjadi tauladan bagi anak-anaknya.
Hargailah perjuangan mereka dengan menjadi pribadi yang berguna, setidaknya untuk lingkungan disekitar kita.