Artwork oleh @julialillardart – The Picnic
Aku memang tak sempurna seperti kalian, tapi aku memiliki seseorang yang menyayangiku. Si tua yang menggunakan seluruh tenaga dan pikirannya hanya untuk merawatku hingga masa membuat tangannya keriput, hitam di rambutnya memudar, dan tubuhnya kering tak berisi.
Dia selalu egois demi diriku yang dianggapnya lemah. Semua yang diucapkannya adalah mutlak. Dia begitu cerewet. Walau begitu Aku tak pernah gusar, karena aku menyayanginya.
Entah sejak kapan, dia bukanlah orang yang kukenal dulu. Dia begitu asing di mataku. Setiap malam aku menantinya pulang hingga terlelap, bahkan dalam mimpiku. Ketika terbangun aku mendapatinya tergeletak di lantai dengan bau alkohol di mulutnya. Selalu seperti itu setiap pagi.
“Ibu.” Aku mengguncang-guncang tubuhnya.
“Pergi! Kau hanyalah pembawa sial dan satu hal lagi kau bukan anakku, Laraspati. Kau anak kepala desa. Mereka menjualmu pada ibu karena kau bisu dan kaki kirimu pincang. Bagi mereka kau hanyalah aib.”
Mataku hampir meloncat mendengar pernyataan ibu, aku tidak percaya tapi ibu begitu serius. Rasanya begitu menyesakan hingga sulit memompa udara di jantungku. Air mata berjatuhan membasuhi rok kusamku.
Ibu semakin mengabaikanku. Tapi aku tidak pernah membencinya karena bagiku dia ibuku. Namun semuanya berubah ketika lelaki hidung belang yang dekat dengan ibu datang ke rumah. Sejak saat itu duniaku semakin gelap.
Hari ini tepat diulang tahunku aku mengundang orang-orang dengan tatapan iba, benci dan miris. Tak luput kepala desa bersama istrinya yang tengah hamil tua pun hadir.
Aku mengambil sisa hidup Si Tua.
“Laraspati, maafkan ibu.”
“Ibu? Ah, dulu kau memang ibuku tapi tidak untuk sekarang. Kau hanyalah germo yang menjual anaknya pada lelaki hidung belang demi uang.”
Dengan sisa air matanya ibu terlelap dengan balutan darah yang terus mengalir dari perutnya.
Aku digiring keluar oleh polisi.
“Ibu, kelak anakmu itu adalah seekor ular.”
“Laras, kamu bisa bicara?”
***
3 bulan kemudian istri kepala desa melahirkan seekor ular.
Aku mengambil sisa hidup Si Tua.
***
dari situ aku mulai bingung. Semacam ada loncatan Pov?
hmm…. ga bermaksud loncat pov si ka.
jadi yang ingin aku ceritain tuh, pas ulang tahunnya dia ngebunuh ibunya.
Si Aku disana tidak sudi memanggil Ibu lagi jadi aku pake kata Si Tua.