Kolaborasi Orang Tua, Guru, & Pemerintah untuk Pendidikan Lebih Baik

Tomoyo Rin

Updated on:

Seperti apa sih sistem pendidikan yang baik untuk Indonesia?

 

Kurikulum pendidikan selalu berubah seiring berkembangnya zaman. Secara tidak langsung pola pikir manusia juga berkembang untuk menyesuaikan dengan keadaan. Nyatanya itu saja tidak cukup, karena sampai saat ini masih kurangnya kepercayaan terhadap guru dengan murid maupun sebaliknya.
Kenapa begitu? 
 
Pengalaman saya yang pernah menjadi seorang murid diperlakukan tidak adil oleh seorang guru karena saya hanya siswa biasa. Praktik itu, saat ini masih marak terulang. Konflik antara siswa dengan guru seakan tidak ada habisnya. Seperti yang akhir-akhir ini terjadi seorang siswa beserta orang tuanya tega menganiaya seorang guru. Kenapa itu bisa terjadi? Seperti yang sudah saya sebutkan di atas kurangnya kepercayaan antara guru dan murid. Kedua pihak tersebut secara tak langsung hanya mempercayai dirinya sendiri. Si guru memberikan pelajaran dengan melakukan kontak fisik kepada murid untuk membuat jera, namun dianggap lain oleh si murid. Berujunglah pada pengaduan tindak kekerasan kepada orang tuanya.
Apa hubungannya dengan kurikulum? Sebagus apapun kurikulum jika tidak adanya hubungan baik antara seorang guru dan murid tidak akan menghasilkan tujuan yang diinginkan. Kekerasan antara guru dan murid akan terus terjadi. Kalau dalam tulisannya Mba Inne dalam Pendidikan dan Cuti Tahunan terdapat pepatah yang harusnya jadi renungan kita semua, baik orang tua maupun pendidik ”Adab Dulu, Ilmu Kemudian.”
Yang di sayangkan dari bangsa ini yang terkenal dengan keramahtamahannya masih kecolongan tentang adab yang merugikan banyak pihak. Mungkinkah karena pada dasarnya sifat manusia kembali pada pribadinya masing-masing? Itu juga bisa mempengaruhi namun tetap setidaknya antara guru dan murid harus memiliki tingkat kerukunan yang tinggi. Perlu adanya kesadaran dari masing-masing pihak untuk saling membuka pintu kepercayaan. Bagaimana caranya? Pendidik jangan terlalu sibuk memperbaiki kurikulum. Siswa jangan hanya menganggap guru sekadar pendidik. Sekolah harus jadi rumah kedua, dimana terciptanya kekeluargan yang hangat.
Faktor lain, seperti lingkungan yang buruk pun dapat mempengaruhi karakter anak menjadi brutal, terutama saat di sekolah. Karenanya ketiga pihak ini harus saling mendukung.

  1. Orang Tua
Ada seorang mahasiswa yang asal nyelonong aja masuk kelas, tanpa mengucapkan salam. Akhirnya si dosen yang saat itu juga ada di kelas. Merasa geram. Sayangnya dosen tersebut tidak menegur langsung, melainkan berkoar-koar di media sosial kurang lebih seperti ini “Gak punya sopan santun si tuh anak, diajarin apa ya sama orang tuanya?”
Secara pribadi saya sangat menyayangkan status dosen tersebut. Tapi, lihat orang tua kebawa-bawa. So, yang akan saya garis bawahi adalah peran orang tua yang sesungguhnya. Seorang anak tumbuh menjadi anak yang baik atau buruk memang tergantung orang tuanya, karena keluarga lingkungan utamanya. Oleh sebab itu orang tua harus lebih mengutamakan sang anak tentang prilaku yang baik dan benar.
Percuma saja dong anak kita dimasukan ke sekolah elit, kalau kita tidak mengajari budi pekerti. Kan bisa sama pendidik toh udah bayar mahal buat sekolahnya! Jangan sampai berfikir seperti itu, tidak semua guru, dosen, mau mengajarkan tentang budi pekerti. Jika si anak tidak terima malah ngadu ke orang tuanya. Orang tua ikutan tidak terima. Malah tambah runyam nantinya. Untuk urusan budi pekerti memang harus menjadi tugas orang tua.
  1. Guru
Masih ada guru yang mengajar hanya sekedar mengajar. Mengejar sertifikasi. Yang harus lebih diperhatikan juga oleh seorang guru adalah sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak-anak. Karenanya peran guru tidak sekedar pendidik dalam hal pelajaran, namun guru memberikan pengajaran yang bisa membangun karakter anak.
Guru adalah orang tua kedua. Namun, bukan berarti dalam memberikan hukuman efek jera harus dengan kontak fisik. Iya, karena sekarang jamannya sudah beda. Sudah ada hukumnya untuk tindak kekerasan. Salah bicara saja bisa dijerat hukum karena sama dengan menyebar fitnah. Guru sekarang harus lebih hati-hati.
  1. Pemerintah
Setiap negara pasti berharap banyak terhadap penerus bangsanya yang mampu mengangkat nama baik. Indonesia sebagai negara demokrasi dimana pendidikan diatur oleh pemerintah. Sebagai warga negara saya berharap, pemerintah lebih bijak dan tegas mengenai keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pendidikan. Penentuan kurikulum, pengangkatan CPNS, dan lainnya. 
Orang tua, guru dan pemerintah harus saling mendukung, bekerjasama dengan baik. 

Siswa ingin mengenyam ilmu dengan nyaman. Guru ingin mendidik muridnya dengan tenang. Pemerintah ingin menghasilkan penerus bangsa yang dapat ditakuti bangsa lain karena kecerdasannya. Semua itu dapat dibangun dengan kerjasama ketiga pihak tersebut. Indonesia sejatinya bukanlah negara miskin atau bodoh. Tapi Indonesia adalah negara kaya baik dari sumber daya alam maupun intelektualnya.
________________________________
Tulisan ini dibuat untuk menanggapi artikel mengenai Pendidikan dan Cuti Tahunan dalam Collaborative Blogging (Season 1) group 2, Kumpulan Emak2 Blogger. 

11 pemikiran pada “Kolaborasi Orang Tua, Guru, & Pemerintah untuk Pendidikan Lebih Baik”

  1. Iyah, Mak sekarang dosen maupun pendidik lainnya tidak bisa asal menegur. Tapi dia kan mahasiswa ya Mak, kalau di tegur dosen terus ngadu, ini mah anaknya yang harus dipertanyakan. Sudah besar tidak terima ditegur, bahaya ke depannya.

    Balas
  2. Betul mba kolaborasi ketiga elemen utk mendukung pendidikan yg baik mmg harus dijalankan. Semuanya harus saling memahami peranan masing2.

    Dan sy tergelitik utk komen mengenai dosen yg bukannya menegur tapi malah update sosmed. Seharusnya mmg dosen bisa menegur tapi tetap dg profesional. Hanya saja krna skrg marak kasus2 kriminalisasi pendidik bisa jadi ya cm itu yg bs dilakukan si dosen. Alih2 menegur malah muridnya gak paham, mending update aja lebih aman.

    Nah ini yg dikuatirkan jika hal seperti itu terjadi menurutku. Permisif tapi nantinya malah merusak.

    Balas
  3. Salam kenal juga mas.
    Kebetulan si belum punya anak.
    Tapi mengenai sekolah, negeri atau swasta sebenarnya sama aja Mas. Kalau sekolah negerinya bagus kenapa nggk. Swasta jg sama mas karena ada yg swasta biasa saja yah pokonya saya kalau punya anak ingin menyekolahkan ke sekolah yang menunjang hobinya.

    Balas
  4. Kalau hanya mengandalkan salah satu elemen memang tidak cukup ya Mbak,
    diperlukan kerjasama yang baik antar elemen-elemen tersebut.

    adakah pengalaman dalam menyekolahkan anak, apakh dimasukkan ke sekolah swasta atau sekolah negeri ya ?

    salam kenal dan terima kasih Mbak

    Balas

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.